Laman

Rabu, 19 Agustus 2015

Bibir Perempuan di Bibir Kali
Warga perumahan memang berbeda dengan warga di kampung. Ini berkaitan dengan persiapan peringatan kemerdekaan NKRI yang ke 70. 17 Agustus 1945- 17 Agustus 2015. Warga di pedesaan lebih kooperatif atau bahasa jadulnya adalah gotong royong. Sedangkan warga perumahan acuh tak acuh walau surat edaran perihal kerja bakti pun sudah meluncur ke setiap rumah perumahan.
Sarwono, salah satu penghuni perumahan menyesalkan atas sikap warga walupun dia juga tidak berada di perumahan mewah (mepet mewah) itu saat 17 Agustus nanti pada hari senin. Bagi Sarwono, dia lebih memilih merayakan di desanya atas peringatan haru sakral sebagai wujud nasionalismenya.
Menurut Sarwono, alias Ono, penduduk di perkotaan wawasannya memang luas tapi tidak merakyat, tidak ada lagi poin2 dalam pelajaran PPKN pada yang di ajarkan pada masa SD nya. Yaitu tepasaliro, tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai. Warga kota lebih teoritis sedangkan penduduk desa lebih ke praktisi.
Sedangkan yang paling membedakan bingo suasana perayaan “Agustusan” di perumahan tidak ada kali (sungai), sehinga tidak ada bibir kali. Sedangkan di desa ada panjat pinang terletak di bibir kali yang dipenuhi dengan bibir bibir ibu-ibu yang masih memakai daster dan baju tidur menyaksikan suaminya ikut lomba panjat pinang.
Pada tahun ini Sarwono dengan setengah hati memasang bendera Merah Putih, dia bingung usia 70 tahun itu “Tua atau Dewasa?” , “Banyak bekal atau banyak gagal?”

Salam Luwes

Mr. O

Kamis, 13 Agustus 2015

Empat Macam Sikap Anak Terhadap Orang Tua

Oleh: Hasan Basri Tanjung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada akhir Ramadhan, kerinduan kepada orang tua semakin menggelora. Menjelang Lebaran, banyak orang selalu berupaya mudik ke kampung halaman untuk menemui mereka dan meminta maaf atau ziarah ke kuburan mereka yang telah tiada.

Jika tidak bisa, lewat telepon pun cukuplah mengobati rindu. Bertebaran ayat-ayat yang menyuruh kita berbakti kepada orang tua. Bahkan, bakti kepada orang tua ditempatkan setelah bakti kepada Allah SWT. (QS 17: [23-24]).

Tak bernilai syukur kepada Allah jika tak disertai syukur kepada orang tua (QS 31:14, 46:15). Kita sering kali lupa jasa-jasa mereka sewaktu kecil dulu. Apalagi, jasa seorang ibu yang susah payah mengandung, melahirkan bersimbah darah, dan menyusui dalam kesulitan.

Pengorbanan mereka tak akan pernah terbalas walau dengan apa pun. Konon, seorang lelaki bertanya Khalifah Umar Bin Khattab.

“Wahai Amirul Mukminin, ibuku berusia lanjut, akulah yang menjadi kendaraan, menggendong, memapah dan membersihkan kotorannya. Apakah dengan demikian aku sudah berterima kasih atas jasa-jasanya? Beliau menjawab, “Belum!” “Mengapa begitu wahai Amirul Mukminin?” Tanya lelaki itu. Beliau menjawab, “Sebab engkau melakukannya sambil berdoa agar Allah mengambil nyawanya. Sedangkan, ia melakukan itu dahulu sambil berdoa agar Allah memanjangkan umurmu.” (HR Abi Ad-Dunya).

Kedudukan dan sikap anak terhadap orang tua bisa dikelompokkan menjadi empat macam. Pertama, anak yang beruntung. Mereka anak yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup dalam ketaatan kepada Allah dan mendidik mereka hingga menjadi manusia dewasa. 

Mereka menyadari bahwa ridha Allah ada pada ridha kedua orang tua bahkan surga pun berada di telapak kaki ibunya (HR At-Tirmidzi).

Ada pula yang tidak sempat berbakti karena orang tuanya telah tiada pada saat mereka masih kecil atau belum mampu untuk membahagiakan hingga akhir hayatnya. Saya termasuk di dalamnya. Meski begitu, saya masih beruntung ketemu mereka.

Kedua, anak yang kurang beruntung. Merekalah anak yang tak sempat melihat wajah ayah atau ibunya. Mereka lahir sebagai yatim atau piatu karena ayah telah tiada dan ibunya wafat di saat melahirkannya atau pergi ke negeri nan jauh.

Mereka tidak sempat merasakan belas kasih sayang orang tua hingga mereka besar dalam pengasuhan kerabat atau panti sosial. Namun, mereka tetap merindukan orang tuanya dan selalu berdoa agar kuburannya dijadikan taman surga dan kelak bertemu di surga.

Ketiga, anak yang tak beruntung. Merekalah anak yang lahir di tengah orang tua yang masih hidup, namun tidak dibesarkan dengan kasih sayang. Mereka diterlantarkan, dibuang, dianiaya hingga ada yang meregang nyawa.

Mereka diperlakukan tidak manusiawi dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Begitupun anak yang lahir dari perbuatan zina orang tuanya, dibuang di tempat sampah atau ditinggalkan di jalanan. Hingga dewasa, mereka tak tahu siapa orang tuanya.

Keempat, anak yang tak tahu diuntung. Merekalah anak yang dilahirkan dan dibesarkan dengan kasih sayang dan mengenyam pendidikan yang tinggi. Namun, setelah berjaya, mereka justru melupakan orang tuanya. 

Merekalah anak durhaka yang tak tahu diuntung dan tak pandai berterima kasih. Allah akan murka kepada mereka dan mengambil karunia-Nya secara perlahan tapi pasti, dan di akhirat kelak mereka tak mencium aroma surga (HR Al-Hakim). Na'udzibillahi min dzalik.

Bertobat dan minta maaflah sekarang juga. Cium tangan dan peluk tubuhnya, jika perlu bersujud di kakinya. Sebesar apa pun kesalahan, orang tua selalu berkenan memaafkan. Nanti, kalau sudah tiada baru terasa bahwa kehadirannya sungguh berharga. Allahu a'lam bishshawab.

Kasih Sayang Allah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu hari, Rasulullah SAW dan para sahabat berjalan di tengah padang pasir. Saat itu, panas sinar matahari terasa menyengat, seolah membakar tubuh, bahkan menelusup menembus ke lapisan kulit.

Tiba-tiba, seorang ibu tampak sedang menggendong bayinya. Sang ibu dengan penuh perhatian mendekap buah hatinya. Ia berusaha melindungi bayinya agar tak terkena panas matahari.

Melihat pemandangan ini, Rasulullah menghentikan langkah para sahabatnya. Seolah mendapat tamsil kasus yang tepat, beliau bertanya, "Wahai para sahabatku, akankah ibu itu melemparkan bayinya ke dalam api yang membara?" Para sahabat menjawab serentak, "Tidak mungkin, wahai Rasulullah."

Kemudian, Rasulullah bersabda, "Ketahuilah, kasih sayang Allah jauh lebih besar daripada kasih sayang ibu itu terhadap bayinya. Dia-lah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim!" (HR Bukhari-Muslim).
 
Kisah di atas mengajarkan bahwa sifat Allah yang khusus diberikan kepada orang-orang beriman pada hari akhir adalah ar-Rahman dan ar-Rahim. Kedua asma Allah ini (ar-Rahman dan ar-Rahim) berasal dari kata arrahmah. Menurut Ibnu Faris, seorang ahli bahasa bahwa semua kata yang terdiri dari hurufra, ha, dan mim mengandung makna “lemah lembut, kasih sayang, dan kehalusan.”

Kata ar-Rahman berasal dari kata sifat dalam bahasa Arab yang berakar dari kata kerja ra-ha-ma/, artinya ialah penyayang, pengasih, pencinta, pelindung, pengayom, dan para mufasir memberi penjelasan bahwa ar-Rahman dapat diartikan sebagai sifat kasih Allah pada seluruh makhluk-Nya di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang, dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya.

Dengan kasih-Nya ini, Sang Khalik mencukupkan semua kebutuhan hidup makhluk di alam semesta. Hanya saja, limpahan kasih ini hanya diberikan Allah pada semua mahluk selama hidup di dunia, di akhirat kelak kasih sayang ini hanya diberikan kepada orang beriman yang menjadi penghuni surga.

Sementara itu, ar-Rahim (Yang Maha Penyayang) di dalam Alquran, Allah mengulangi kata ini sebanyak 228 kali, jauh lebih banyak dari asma Allah, ar-Rahman yang hanya disebutkan sebanyak 171 kali. Jika kata ar-Rahman sifatnya berlaku untuk seluruh manusia maka kata yang kedua ar-Rahim, sifat-Nya yang hanya berlaku pada situasi khusus dan untuk kaum tertentu semata.

Rahim juga disebut sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya janin. Di alam rahim inilah bermulanya kehidupan. Di alam rahim kehidupan ideal kita dijaga dan dipelihara. Bahkan, di alam rahim pula, setiap manusia dipersaksikan “apa dan ke mana” tujuan hidupnya.

Maka, tak heran apabila bayi dilahirkan, ia akan menangis, karena meninggalkan rahim yang melimpahkan sayang dan rasa aman. Di dalam sifat rahim Allah, kita akan hidup dengan aman, nyaman, penuh kemuliaan, sentosa, dan penuh keberkahan.

Maka, sebutlah nama-nama Tuhan yang indah, dalam setiap awal doa dan permintaan. Mereka yang selalu membasahi bibirnya dengan kata, ar-Rahman dan ar-Rahim, maka Allah akan melimpahkan  kasih sayang-Nya yang tak terbatas. Siapa saja dikasihi dan disayangi Allah. Maka, tak satu pun makhluk di dunia memiliki alasan untuk membenci kecuali mereka yang telah dikuasai nafsu angkara murka. Republika