Laman

Selasa, 22 Juli 2014

Menjadi Plato Ndeso, Seri 1

Menjadi Plato Ndeso, Seri 1
Akhirnya jam 23.00 kang Ochad tiba di rumah orang tuanya. Setelah menempuh perjalanan 12 jam dari negeri Spirit of Java. Baru kali ini kang Ochad menempuh perjalanan selama itu yang biasanya bisa ditempuh dengan 9 jam. Ini karea hujan deras mengguyur sepanjang jalan kenangan. Jalan kenangan karena melalu ibu kota provinsi Semarang, yang notebene di kota lumpia itu ada bekas kampus kang Ochad, Kampus itu menyiratkan kegalauan teringat masa kuliah dulu yang nakal dan urakan dan yang paling membuat GTT (Galau Tingkat Tinggi) adalah menjadi kenangan bersama X-girlfriendnya.
Malam menjemput pagi, pagi pun datang. Kang Ochad siap pergi ke Sawah, tidak ada bangku-bangku berjejer, tidak ada gerombolan mahasiswi dan mahasiswa yang duduk-duduk di teras gedung Lab atau Pasca, dan tidak ada pulpen dalam jemari kang Ochad. Di Sawah hanya ada nyanyian alam; suara air irigasi, suara jangkrik, suara burung gereja dan suara tanah yang dicangkul para petani.  Dan kang Ochad sendiri sok pasti tidak membawa cangkul ke sawah, kang Ochad membawa bekal makan buat para pekerja di Sawah.
Kang Ochad berjalan berlari meniti pematang sawah. Teringat memandu seorang anak kecil yang akan masuk SD tempat kang Ochad mengajar pertama kali. Untuk mengetahui tingkat keseimbangan tubuh, seorang anak harus berjalan meniti.
Dalam sekejap, kang Ochad sudah ada di gubuk kecil, itulah syurga bagi kang Ochad. “Dunia sudah indah, tak perlu ada syurga.” Gumamnya dalam hati. Haadza min fadlii rabbiii..
Dia duduk seperti gaya para filsuf, tangan kanan menopang dagu, tangan kiri menopang gorengan, ,itulah Plato ndeso.
            “Kang Ochad, ciyus bgt mikirnya, mikirin apaan?” sapa Boled, teman kecilnya kang Ochad, mengagetkan meditasinya.
            “iyya ne Led, lagi mikirin, sekarang para pekerja tani kan udah pada tua-tua ne, penerusnya tuh siapa yah, secara anak muda jaman sekarang lebih memilih mengais nafkah di kota. Nanti siapa yang mencangkul sawah, nyupir traktor, matun, derep, dll, coba kau bayangkan Led!!!!. Aku ingat juga dulu kita sering mandi rame-rame di sungai, maen tembak-tembakan yang pelurunya dari tumbuhan kangkung, maen ke selipan, berlari di belakang traktor mengerjar belut. Tapi sekarang semua itu udah sirna coi.......
            “Oalah....kang Ochad mikir itu tah, nyante aja kali....tu mah masih jauh kang, yang dipikirkan kan tuh yang ada di depan kiat aja ne, hari ne dan besok.”
            “Led, itu kan aku yang ngomong, kata magic itu, aku dapar dari mantanku Led. Waduh,,,,gara-gara ente ne aku jagi flash back gini.”
            “lah, ngemeng-ngemeng, kamu ngapaen Led kesini? Dari dulu kamu jadi PEDAGANG terus.”
            “Woi, kapan aku jadi pedagang?”
            “Pengangguran Depang Gang, Led, hihihihihihihi”
            “wah,,,kang Ochad ne belum pernah makan beling yah?” balas Boled dengan muka asam.
            “kang Ochad ne kaya Plato aja duduk sendiri di gubuk sawah, what’s up kang?” gaya sok british Boled keluar, secara dia pernah merantau di kampung Inggris.
            “Ga tau ne led, pengen aja sendiri disini, diam. FYI, Kekuatan terbesar manusia bukan pada berlari tetapi ketika diam, begitu Led Plato bilang. Kayaknya kamu mw tanya sesuatu yah?”
            “Iyya kang. FYI tuh apa yah,,,di Pare dulu gak dapat tuh.”
            “Oalah, kiraen mw tanya apaan Led,,,Led......FYI tuh For Your Information.”


Bersambung......

Salam Luwes

20122012
Gubuk Kecil, Guwa Kidul
Ochad ZA, PRT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar