by Ochad Za on Saturday, May 21, 2011 at 9:20am
“Yang turun di kampus siapa?”, kernet bis kota berkaos hitam bertuliskan Solo the spirit of Java itu
mengingatkan para penumpang yang sibuk dengan urusan masing-masing, ada
yang mendengarkan musik, melamun, tidur dan ada juga sepasang muda mudi
yang sedang bersenda gurau. ”saya bang”, jawabku yang sedang terpaku
dengan lirik nasyid haris Saffix sembari menyiapkan uang 3 lembar ribuan
dari dompet hitamku yang sudah lapuk termakan usia sejak kuliah S1
semester 4.
apakah diriku ini kan bercahaya bersinar di syurgaMu menatap penuh rindu
ataukah diriku ini kan hangus legam terbakar dalam nyala di neraka membara
Bis
berhenti, kuinjakkan kaki kiriku ke tanah berbalut bekas tapak langkah
para penuntut ilmu dari berbagai negara, daerah, suku dan ras. Ada yang
dari negara asing seperti Libya, dari pulau luar jawa sendiri ada yang
dari Kalimantan dan Sumatera, sedangkan dari tetangga Solo ada yang
datang dari Madiun yang terkenal dengan pecelnya, Bojonegoro, yang
sering menjadi terkenal mendadak saat musim hujan karena luapan bengawan
Solo, ada juga dari Prambanan dan Klaten yang saat ini sedang
hangat-hangatnya tempat basis NII. Sedangkan yang dari satu pulau jawa
namun beda provinsi ada dari Cirebon, tempat Moh. Syarif membuka pintu
akhirat baginya. “Selamat untuk dia karena telang meninggalkan dunia dan
selamat datang di alam akhirat” sambutan Munkar Nankir di markasnya.
Allahummaghfirlahu warhamhu,,,amin..
Aku jadi merasa ngeri juga
kalau ingat teroris itu. “Apa yang terjadi dengan dia sehingga dia bisa
melakukan itu?” bisik hati yang penuh noda ini. “sudahlah itu bukan
urusanku”. Yang menjadi urusanku sekarang adalah apa yang ada di depan
mata. Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain sesuai dengan
kemampuan yang kita punya. Begitu pesan nabi kepada kita.
Mengayunkan
kaki selangkah demi selangkah disiram dengan udara yang sejuk, hijau
daun mengayun lembut di ranting pohon tinggi besar nan kokoh menghias
kampus rindang, tampak hilir mudik mahassiwa mahasiswi datang pergi
silih berganti masuk keluar melewati gerbang yang gagah menjulang
tinggi. Tampak juga di sudut sana penjual koran sedang melayani seorang
mahasiswi berkerudung merah nan anggun sedang membeli Annida, majalah
islam yang sudah lama populer.
Dalam Annida itu aku teringat ada
satu hadist “tuntutlah ilmu walau sampai negeri China” yang membuat
inspirasi supaya tidak mengenal lelah mencari ilmu, menghilangkan
kebodohan dan mengembangkan Islam.
Akhirnya aku nyampe kelas juga.
Terlihat di dalam kelas dari pintu berkaca, kelas begitu hening, bisu
tanpa suara, sibuk dengan layar Ipad dan netbook masing-masing. Aku
samperin Nunun, menanyakan uang jaket di kursi tengah, Xendro dan Desy
berkorelasi dengan deretan angka, Furqon sedang bercengkrama dengan
facebooknya entah siapa yang dia ajak chatting, sebelahnya ada mba Dian
yang kadang bercakap dengan Furqon, di barisan depan bu Eni dan bu Sri,
sesepuh di kelas ini serius ngobrol, urusan orang tua, sedangkan, ada
juga Mahfud sang juragan, dengan tatapan kosong duduk diam termangu,
entah apa yang ada dipikirannya, selang satu baris di depan ada mba Dian
Marita dengan busana muslimahnya yang cantik tersenyum bercakap dengan
mba Menik, seorang ibu dari suku ngapak-ngapak. Dan yang paling
bikin seru di kelas kita adanya Ahmed, Libyan, pria tertinggi di kelas
ini, kulihat sedang membuka AL Jazair tv, dengan meminjam netbooknya
Novi.
“Pak Gunarso tidak ada kelas hari ini” pengumuman dari
Zona, pengurus kelas. Sebagian teman-teman ada yang senang, girang,
sedangkan aku sedang melayang.
Melayang merasa senang karena
dipertemukan dengan teman-teman, laksana percikan-percikan api yang siap
membagi cahaya ke lilin-lilin kecil. Masih terngiang jelas di alam
bawah sadarku, nasihat kyai ku dulu, “kalian bukan matahari yang memberi
sinar secara utuh, tapi kalian adalah percikan api yang nanti api itu
akan kalian bagikan ke lilin-lilin, yaitu murid kalian nanti. amalkan
ilmu kalian anak-anakku semua, karena ilmu tanpa diamalkan bagaikan
pohon tak berbuah, AL ILMU BILAA ‘AMALIN KASYAJARI BILAA TSAMARIIN”.
Robbi zidna ‘ilmaa, ya Tuhanku, tambahkan pengetahuan kepada kami, amin,,,,,,,,,,
Wassalam....
Maaf, penulis tidak bisa menceritakan semua karakter.
210520011
Gubuk Kecil di Sawah
Ochad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar